Jumat, 11 Januari 2013

Wawasan Nusantara. Implementasinya (prospek & aspek globalisasi dan otonomi daerah)


1.  Wawasan Nusantara
Wawas : Melihat/ Memandang
Wawasan : Cara pandang
Nusantara : Indonesia
·       Wawasan Nusantara : Cara pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri sendiri dan lingkungan sekitar

C. DINAMIKA IMPLLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA
Mengkaji pelaksanaan implementasi Wawasan Nusantara di Indonesia, terdapat hal – hal yang sangat memerlukan perhatian kita. Hal – hal tersebut adalah factor – factor yang dapat berupa prospek maupun factor – factor yang dapat pula menjadi hambatan. Beberapa factor tersebut misalnya
        1. PROSPEK
            a. Globalisasi
                       
Dewasa ini, sebagai akibat dari kemajuan teknologi yang luar biasa, batas – batas negara secara geografis tetap ada, namun dari sisi komunikasi dan informasi, nyaris tiada batas. Imbas yang dirasakan adalah globalisasi pada segala bidang. Hampir setiap orang ingin menjadi warga Negara dunia, yang ditandai dengan homogenitas pola pikir, kuliner, busana maupun yang lainnya. Menjadi satu kebanggaan bagi sementara orang Indonesia apabila ia dapat “menyamai” trend global, misalnya dengan Pizza Hut, Coca Cola yang mengalahkan pecel maupun es jeruk misalnya. 
Pada kondisi ini Wawasan Nusantara memiliki prospek yang luar biasa, dari sisi pariwisata misalnya. Bagaimana Bali dengan kekayaan budayanya mampu menyihir Mick Jagger ingin sekali menjalani prosesi nikah tradisional ala pulau dewata tersebut ? Ini salah satu hal yang tidak kita dapatkan, apabila kita hanya larut dalam arus globalisasi. Dengan kata lain, melalui perbedaan yang kita miliki, maka kita memiliki potensi untuk maju, mengingat keindahan suatu taman adalah apabila terdapat kebhinekaan jenis tanaman di Indonesia ?

            b. Otonomi Daerah
Managemen pembangunan daerah di Indonesia, pasca reformasi, memasuki babak baru, dengan penerapan otonomi daerah yang seluas – luasnya, dengan memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini merupakan upaya pemerintah pusat untuk “menebus dosa” setelah pada era Orde Baru menerapkan system sentralisasi yang terpusat di Jakarta.
Mekanisme sentralistik pada pemerintah pusat ini, kadang menimbulkan masalah di daerah. Secara logika, bahwa mereka yang tinggal di suatu wilayah / daerah tentu lebih mengetahui kebutuhannya dibandingkan mereka yang hanya melihat / mengamati dari jauh (Jakarta).
Dengan otonomi daerah, pemerintah pusat tidak hanya memberikan kewenangan pengelolaan daerah kepada daerah tersebut saja, namun dalam memberikan bantuan tidak lagi berupa paket project misalnya, namun diwujudkan dalam bentuk DAU (Dana Alokasi Umum) atau Block Grant, yang alokasi penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah tersebut.
Impact positif yang diharapkan terjadi adalah dengan pelaksanaan otonomi daerah ini, maka hubungan pusat dan daerah akanmenjadi semakin baik karena daerah merasa mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat.

      2. HAMBATAN
            a. Globalisasi
        Globalisasi, selain menjadi prospek dalam implementasi wawasan nusantara di Indonesia, ia dapat pula menjadi hambatan, apabila kita salah mensikapi fenomena globalisasi di Indonesia. Tidak jarang, sementara orang Indonesia, dengan sukarela dan penuh kebanggaan larut dalam arus globalisasi, baik dari sisi pola piker, kuliner, busana dan hal – hal lainnya. Bukan hal yang aneh, apabila kita mendapati orang Indonesia yang sangat bangga dengan rambut BUCERI-nya, dengan TANK-TOP-nya, atau juga STEAK-nya.
            b. Otonomi Daerah
Kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola pembangunan di daerahnya, kadang disikapi dengan kebijakan – kebijakan yang “over”. Salah satu bentuk yang muncul dari sikap “over” tersebut adalah system “putra daerah”, dimana “main frame” yang ada adalah merasa segala sesuatu yang muncul dari daerahnya sendiri-lah yang terbaik, apabila dibandingkan daerah lainnya.
Merupakan rahasia umum, apabila “PAIJO” tidak mungkin menjadi pejabat di Bali, karena sudah menjadi jatah “NYOMAN” dkk, begitu pula sebaliknya, dimana tidak mungkin seorang “COKORDA” menjadi bupati di Klaten atau Purworejo. Fenomena ini akan menjadi hambatan dalam implementasi wawasan nusantara, Karen a akan menimbulkan gesekan – gesekan baru bagi hubungan pemerintah pusat dan daerah, yang berpotensi mengakibatkan rusak dan terputusnya hubungan pemerintah pusat dan daerah.

            c.Disintegrasi
      Apabila hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah memburuk, yang mengakibatkan daerah sudah merasa tidak membutuhkan lagi bimbingan dan atau perlindungan Dari pemerintah pusat akan mengakibatkan semakin suburnya upaya – upaya separatisme yang akan mengakibatkan disintegrasi. Apabila tidak dicegah, maka kita tidak lagi berbicara dalam “main frame” Indonesia, namun “mantan” Negara Indonesia. Pada kondisi ini, wawasan nusantara tidak lagi bermanfaat apa pun.

pendidikan kewarganegaraan oleh Koesoemadji, S.H.,M.H.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar